Sandrina Malakiano, dengan Islam Jadi Lebih Sabar dan Ikhlas
Setelah memeluk Islam, berbagai kemudahan dan juga ujian datang silih berganti.
Penikmat televisi di Tanah Air tentunya mengenal sosok perempuan satu ini. Alessandra Shinta Malakiano nama lengkap perempuan tersebut. Namun, publik lebih mengenalnya dengan nama Sandrina Malakiano. Nama yang kerap dipakainya pada saat tampil di layar kaca salah satu stasiun televisi di Indonesia untuk menyampaikan berita dan peristiwa seputar isu politik dan ekonomi nasional maupun mancanegara.
Lahir di Bangkok, Thailand, pada 24 November 1971, Sandrina dibesarkan di tengah keluarga dengan dua kultur yang berbeda. Ayahnya yang berasal dari Armenia, Italia, merupakan pemeluk Katolik Gregorian. Sementara ibunya yang berdarah Solo-Madura beragama Islam, yang kuat memegang budaya kejawen.
''Saya ini sangat beruntung karena dibesarkan dalam keluarga yang sangat berwarna. Karenanya, saya sering menyebut kehidupan dalam keluarga saya itu sebagai united colours of religion,'' ujarnya kepada Republika, pekan lalu di Jakarta.
Kombinasi dua budaya yang berbeda dari kedua orang tuanya itu, melahirkan kebebasan memeluk agama apa pun bagi anak-anaknya, termasuk Sandrina. Ayah dan ibunya, kata dia, adalah orang tua yang moderat. Mereka menanamkan kepercayaan kepada Tuhan, tetapi membebaskan anak-anaknya untuk menemukan jalan kebenarannya masing-masing.''Menurut orang tua, yang namanya urusan agama itu sangat pribadi. Jadi, setiap orang pasti akan menemukan jalannya sendiri.''
Kendati sang ayah pemeluk Katolik Gregorian dan sang ibu seorang Muslimah, namun Sandrina serta kakak laki-lakinya justru mendapatkan pendidikan agama Kristen Protestan.
Pendidikan agama Kristen Protestan ini ia peroleh di sekolah. Kondisi tersebut, terangnya, dikarenakan pemeluk Katolik Gregorian di Indonesia sangat langka, sehingga gereja Gregorian hanya ada satu yaitu di Jakarta. Sementara, sejak dari bayi, ia tumbuh dan besar di Bali.
Kebebasan yang diberikan orang tuanya, diakui Sandrina, membuat dirinya bingung dan bimbang. Terlebih lagi ketika duduk di bangku SMP yang mulai ada proses pendewasaan diri dalam keseharian istri dari Eep Saefulloh Fatah ini.''Saya mulai bertanya-tanya, sebetulnya saya ini mengakar ke mana, kenapa Kristen Protestan. Sementara saya merasa bahwa tempat saya bukan di sana,'' paparnya.
Sandrina merasa bahwa alam, kultur, dan kehidupan keagamaan yang ada di sekitarnya, sangat sesuai dengan hati nuraninya. Karenanya, sejak saat itu, ia memutuskan untuk mencari tahu dan mempelajari agama yang banyak dianut oleh masyarakat Bali, Hindu.
Ketika duduk di bangku SMA, Sandrina mulai menemukan kecocokan dengan agama Hindu, baik secara emosional maupun dalam kehidupan sehari-hari. Sekitar tahun 1990, saat baru duduk di perguruan tinggi, ia memutuskan untuk meninggalkan ajaran Kristen Protestan dan memeluk Hindu sebagai keyakinan barunya.
Ia menjalani agama barunya ini dengan sepenuh hati. Sandrina mempelajari Hindu dan kemudian mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, baik secara ritual, aturan, maupun kepercayaan. Bahkan, termasuk membuat album religi Hindu bersama beberapa orang temannya. Album religi Hindu bersifat sosial ini dibuat sekitar 1997.
''Saya menjalaninya dengan penuh totalitas. Karena, saya tidak percaya pada apa pun yang sifatnya setengah-setengah,'' tegas ibu dari Keysha Alea Malakiano Safinka (7 tahun) dan Kaskaya Alessa Malakiano Fatah (14 bulan). Namun, lagi-lagi kegelisahan yang sama muncul dalam dirinya. Ia kembali merasa bingung dan bimbang pada keyakinan Hindu yang dipeluknya. Kebingungan serta rasa bimbang tersebut kerap muncul manakala melihat sanak saudara dari keluarga ibunya melakukan shalat di rumahnya, saat mereka berkunjung ke Bali.
Bahkan, terkadang ia turut serta shalat bersama mereka. Shalatnya hanya dilakukan sebatas ikut-ikutan. Namun, justru hal itu yang memberikan perasaan tenang dalam dirinya seusai mendirikan shalat.
Dari situ, paparnya, timbul keinginan untuk mengetahui Islam lebih lanjut. ''Mungkin kesalahan saya pada waktu itu adalah bertanya kepada orang yang tidak tepat. Misalnya, saya ingin tahu mengenai Islam, tapi informasi yang saya dapatkan mengenai Islam itu kurang baik. Kecendrungan mereka mengatakan Islam itu menyulitkan, tidak fleksibel, tidak universal, dan merendahkan kaum perempuan,'' ujarnya.
Hijrah ke Jakarta
Pada 1998, ketika ia memutuskan hijrah ke Jakarta, Sandrina dihadapkan pada sebuah lingkungan yang berbeda dengan kehidupannya semasa di Pulau Dewata.Sewaktu di Bali, ia tinggal di sebuah lingkungan yang didominasi oleh pemeluk Hindu. Dan ketika di Jakarta, ia justru tinggal di lingkungan yang mayoritas pemeluk Islam.
Di Ibu Kota Indonesia inilah, Sandrina mendapat kesempatan yang lebih luas dalam melihat Islam secara lebih dekat. Ia pun banyak bertanya tentang agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ini kepada orang-orang Islam, termasuk pada ulama. Karena itu, kegiatan kesehariannya lebih banyak mempelajari Islam.
Ia juga sempat bertanya pada Ibu Nur, seorang guru mengaji anak pemilik tempat kosnya, tentang Islam. ''Sulit dijelaskan dengan kata-kata. Semakin hari ketertarikan saya pada Islam pun tumbuh. Keinginan untuk lebih banyak tahu mengenai Islam semakin menjadi, dan kerinduan untuk memeluk Islam pun semakin menggebu,'' paparnya.
Dan ketika ia mengungkapkan hal itu pada keluarga terdekatnya serta saudara dan teman-temannya, jelas Sandrina, mereka semua sangat mendukung. Dukungan inipun makin melecut semangat wanita berdarah Italia-Jawa-Madura ini untuk memperdalam Islam dan shalat. Setelah merasa mantap dengan ajaran Islam yang dipelajari selama lebih kurang dua tahun pengembaraannya, maka pada 2000, ia pun membulatkan tekad untuk memeluk agama Islam. Ia bersyahadat di Masjid Al-Azhar, Jakarta.
Rahmat dan hidayah Allah pun senantiasa mengalir padanya. Tak lama setelah memeluk Islam, ia merasa Allah SWT memberikan berbagai kemudahan dalam hidupnya. Salah satunya, ia diterima bekerja di Metro TV. Dari penghasilan yang didapatnya, akhirnya ia mampu tinggal dan kos di tempat yang lebih luas, dibandingkan dengan tempat kosnya terdahulu. Ia juga akhirnya bisa mencicil mobil untuk menunjang aktivitasnya.''Jadi, ke mana-mana tidak lagi naik bajaj, termasuk untuk pergi siaran di televisi. Dari hasil kerja di Metro TV, saya juga masih bisa membantu keuangan ibu di Bali,'' terangnya.
Ujian Bertubi-tubi
Allah SWT tidak akan membiarkan hamba-hambanya yang telah diberi hidayah atau kemuliaan itu dengan begitu saja. Dia akan menguji hambanya itu dengan berbagai macam cobaan. Dan cobaan atau ujian itu adalah ukuran bagi kesempurnaan iman seseorang.
''Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 'Kami telah beriman', sedangkan mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.'' (QS Al-Ankabut [29] : 2-3).
Kondisi ini sangat tepat disematkan pada Sandrina Malakiano. Setelah berbagai kemudahan ia dapatkan, Allah SWT mengujinya dengan berbagai persoalan yang datang silih berganti dalam kehidupannya. Salah satunya, ia gagal mempertahankan rumah tangga yang telah dibinanya selama kurang lebih empat tahun.
Namun di balik peristiwa ini, Allah justru memberinya sebuah hadiah terindah. Salah seorang kenalannya yang sudah ia anggap seperti ayah sendiri, memberangkatkan dia untuk umrah--sebuah keinginan yang sudah lama ia idam-idamkan. ''Saya berangkat umrah tanpa mengeluarkan uang sepeser pun. Saya betul-betul berangkat dalam kondisi yang zero mind, itu terjadi tahun 2005,'' ujar Sandrina. Umrah kali pertama ini juga merupakan pertama kalinya ia pergi ke luar negeri.
Sepulang umrah pada 2005, ia mendapat kejutan-kejutan lain dari Allah. Allah memberinya seorang pendamping yang lebih saleh dan bisa menjadi imam serta pembimbing yang baik bagi dirinya dan keluarga. Selain itu, setahun berselang, berkat kemurahan seorang pemilik travel haji, ia kembali pergi ke luar negeri dengan tujuan menunaikan ibadah haji.
Namun, ujian belum berhenti. Sepulang dari menunaikan ibadah haji, ia berkomitmen untuk sepenuhnya menjalankan ajaran Islam. Ia memutuskan mengenakan busana Muslimah dan berjilbab. Namun, keputusannya ini dianggap banyak orang hanya untuk memenuhi keinginan suami. Ia tak ambil pusing dengan anggapan orang. Tekadnya sudah bulat untuk berbusana Muslimah. Dan sang suami pun terkejut ketika diberi tahu mengenai keputusannya ini.
''Suami khawatir bagaimana dengan pekerjaan saya sebagai penyiar berita di Metro TV nantinya setelah saya berjilbab. Dia memang sudah membayangkan pasti akan ada kesulitan di sana,'' tuturnya. Apa yang dikhawatirkan suaminya menjadi kenyataan. Manajemen tempatnya bekerja, tidak memperbolehkan dia melaksanakan siaran dengan menggunakan jilbab. Setelah menjalani proses diskusi dan berpikir selama tiga bulan lamanya, ia pun mantap memutuskan untuk mengundurkan diri dari dunia yang telah membesarkannya selama 15 tahun lebih. Pada Mei 2006, keputusan yang sulit pun akhirnya ia ambil. Sandrina resmi mundur dari Metro TV.
Keputusan ini berdampak pada kehidupan sehari-harinya. Ia benar-benar belum siap melepaskan diri dari televisi. Perasaan sedih, sering menderanya. Ia berusaha menghindari televisi. Selama lebih kurang setahun, baru ia bisa kembali menemukan kepercayaan diri sehingga bisa menonton TV. ''Setiap kali nonton televisi rasanya ngenes . Tetapi, alhamdulillah ada suami dan keluarga yang menguatkan saya waktu itu.''
Semua cobaan tersebut, ia maknai sebagai bentuk permintaan dan kasih sayang dari Sang Pencipta agar ia memperluas lahan kesabaran dan keikhlasannya. Termasuk ketika ibunya jatuh sakit pada 2007 dan harus menjalani perawatan di rumah sakit selama 47 hari hingga ajal menjemput. Dan selama 47 hari tersebut, ia terus berada di sisi sang ibu dan mendampinginya melawan penyakit yang menyerang pankreasnya. ''Seandainya saya masih bekerja, mungkin saya tak akan bisa mendampingi ibu yang telah melahirkan saya itu selama lebih dari 47 hari di rumah sakit,'' terangnya.
Cobaan berikutnya datang lagi manakala sang ibu wafat dan ia dihadapkan pada masalah tagihan rumah sakit sebesar Rp 680 juta yang harus segera dilunasi. Saat meninggalkan rumah sakit, ia baru membayar sepertiganya.ia sempat meragukan keputusan yang telah diberikan Allah dalam hidupnya.
Beruntung ia segera disadarkan. Saat itu yang bisa ia lakukan hanya pasrah dan berserah diri kepada Allah. Hingga akhirnya, Allah memberikan pertolongan kepadanya melalui tangan-tangan yang tidak pernah ia sangka sebelumnya. Dalam waktu dua hari setelah pemakaman sang ibu, beberapa orang kenalannya dan ibunya mentransfer sejumlah uang dalam nominal yang cukup besar. Jika ditotal keseluruhan uang tersebut cukup untuk melunasi semua tagihan rumah sakit. ''Ini semua karena kasih sayang Allah. Saya menjadi makin lebih sabar dan ikhlas dalam menerima berbagai macam ujian,'' paparnya. dia/taq
Biodata:
Nama Lengkap : Alessandra Shinta Malakiano
Nama Populer : Sandrina Malakiano
Lahir : Bangkok, 24 November 1971
Suami : Eep Saefulloh Fatah
Anak : Keysha Alea Malakiano Safinka (7 tahun) dan Kaskaya Alessa Malakiano Fatah (14 bulan).
Penikmat televisi di Tanah Air tentunya mengenal sosok perempuan satu ini. Alessandra Shinta Malakiano nama lengkap perempuan tersebut. Namun, publik lebih mengenalnya dengan nama Sandrina Malakiano. Nama yang kerap dipakainya pada saat tampil di layar kaca salah satu stasiun televisi di Indonesia untuk menyampaikan berita dan peristiwa seputar isu politik dan ekonomi nasional maupun mancanegara.
Lahir di Bangkok, Thailand, pada 24 November 1971, Sandrina dibesarkan di tengah keluarga dengan dua kultur yang berbeda. Ayahnya yang berasal dari Armenia, Italia, merupakan pemeluk Katolik Gregorian. Sementara ibunya yang berdarah Solo-Madura beragama Islam, yang kuat memegang budaya kejawen.
''Saya ini sangat beruntung karena dibesarkan dalam keluarga yang sangat berwarna. Karenanya, saya sering menyebut kehidupan dalam keluarga saya itu sebagai united colours of religion,'' ujarnya kepada Republika, pekan lalu di Jakarta.
Kombinasi dua budaya yang berbeda dari kedua orang tuanya itu, melahirkan kebebasan memeluk agama apa pun bagi anak-anaknya, termasuk Sandrina. Ayah dan ibunya, kata dia, adalah orang tua yang moderat. Mereka menanamkan kepercayaan kepada Tuhan, tetapi membebaskan anak-anaknya untuk menemukan jalan kebenarannya masing-masing.''Menurut orang tua, yang namanya urusan agama itu sangat pribadi. Jadi, setiap orang pasti akan menemukan jalannya sendiri.''
Kendati sang ayah pemeluk Katolik Gregorian dan sang ibu seorang Muslimah, namun Sandrina serta kakak laki-lakinya justru mendapatkan pendidikan agama Kristen Protestan.
Pendidikan agama Kristen Protestan ini ia peroleh di sekolah. Kondisi tersebut, terangnya, dikarenakan pemeluk Katolik Gregorian di Indonesia sangat langka, sehingga gereja Gregorian hanya ada satu yaitu di Jakarta. Sementara, sejak dari bayi, ia tumbuh dan besar di Bali.
Kebebasan yang diberikan orang tuanya, diakui Sandrina, membuat dirinya bingung dan bimbang. Terlebih lagi ketika duduk di bangku SMP yang mulai ada proses pendewasaan diri dalam keseharian istri dari Eep Saefulloh Fatah ini.''Saya mulai bertanya-tanya, sebetulnya saya ini mengakar ke mana, kenapa Kristen Protestan. Sementara saya merasa bahwa tempat saya bukan di sana,'' paparnya.
Sandrina merasa bahwa alam, kultur, dan kehidupan keagamaan yang ada di sekitarnya, sangat sesuai dengan hati nuraninya. Karenanya, sejak saat itu, ia memutuskan untuk mencari tahu dan mempelajari agama yang banyak dianut oleh masyarakat Bali, Hindu.
Ketika duduk di bangku SMA, Sandrina mulai menemukan kecocokan dengan agama Hindu, baik secara emosional maupun dalam kehidupan sehari-hari. Sekitar tahun 1990, saat baru duduk di perguruan tinggi, ia memutuskan untuk meninggalkan ajaran Kristen Protestan dan memeluk Hindu sebagai keyakinan barunya.
Ia menjalani agama barunya ini dengan sepenuh hati. Sandrina mempelajari Hindu dan kemudian mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, baik secara ritual, aturan, maupun kepercayaan. Bahkan, termasuk membuat album religi Hindu bersama beberapa orang temannya. Album religi Hindu bersifat sosial ini dibuat sekitar 1997.
''Saya menjalaninya dengan penuh totalitas. Karena, saya tidak percaya pada apa pun yang sifatnya setengah-setengah,'' tegas ibu dari Keysha Alea Malakiano Safinka (7 tahun) dan Kaskaya Alessa Malakiano Fatah (14 bulan). Namun, lagi-lagi kegelisahan yang sama muncul dalam dirinya. Ia kembali merasa bingung dan bimbang pada keyakinan Hindu yang dipeluknya. Kebingungan serta rasa bimbang tersebut kerap muncul manakala melihat sanak saudara dari keluarga ibunya melakukan shalat di rumahnya, saat mereka berkunjung ke Bali.
Bahkan, terkadang ia turut serta shalat bersama mereka. Shalatnya hanya dilakukan sebatas ikut-ikutan. Namun, justru hal itu yang memberikan perasaan tenang dalam dirinya seusai mendirikan shalat.
Dari situ, paparnya, timbul keinginan untuk mengetahui Islam lebih lanjut. ''Mungkin kesalahan saya pada waktu itu adalah bertanya kepada orang yang tidak tepat. Misalnya, saya ingin tahu mengenai Islam, tapi informasi yang saya dapatkan mengenai Islam itu kurang baik. Kecendrungan mereka mengatakan Islam itu menyulitkan, tidak fleksibel, tidak universal, dan merendahkan kaum perempuan,'' ujarnya.
Hijrah ke Jakarta
Pada 1998, ketika ia memutuskan hijrah ke Jakarta, Sandrina dihadapkan pada sebuah lingkungan yang berbeda dengan kehidupannya semasa di Pulau Dewata.Sewaktu di Bali, ia tinggal di sebuah lingkungan yang didominasi oleh pemeluk Hindu. Dan ketika di Jakarta, ia justru tinggal di lingkungan yang mayoritas pemeluk Islam.
Di Ibu Kota Indonesia inilah, Sandrina mendapat kesempatan yang lebih luas dalam melihat Islam secara lebih dekat. Ia pun banyak bertanya tentang agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ini kepada orang-orang Islam, termasuk pada ulama. Karena itu, kegiatan kesehariannya lebih banyak mempelajari Islam.
Ia juga sempat bertanya pada Ibu Nur, seorang guru mengaji anak pemilik tempat kosnya, tentang Islam. ''Sulit dijelaskan dengan kata-kata. Semakin hari ketertarikan saya pada Islam pun tumbuh. Keinginan untuk lebih banyak tahu mengenai Islam semakin menjadi, dan kerinduan untuk memeluk Islam pun semakin menggebu,'' paparnya.
Dan ketika ia mengungkapkan hal itu pada keluarga terdekatnya serta saudara dan teman-temannya, jelas Sandrina, mereka semua sangat mendukung. Dukungan inipun makin melecut semangat wanita berdarah Italia-Jawa-Madura ini untuk memperdalam Islam dan shalat. Setelah merasa mantap dengan ajaran Islam yang dipelajari selama lebih kurang dua tahun pengembaraannya, maka pada 2000, ia pun membulatkan tekad untuk memeluk agama Islam. Ia bersyahadat di Masjid Al-Azhar, Jakarta.
Rahmat dan hidayah Allah pun senantiasa mengalir padanya. Tak lama setelah memeluk Islam, ia merasa Allah SWT memberikan berbagai kemudahan dalam hidupnya. Salah satunya, ia diterima bekerja di Metro TV. Dari penghasilan yang didapatnya, akhirnya ia mampu tinggal dan kos di tempat yang lebih luas, dibandingkan dengan tempat kosnya terdahulu. Ia juga akhirnya bisa mencicil mobil untuk menunjang aktivitasnya.''Jadi, ke mana-mana tidak lagi naik bajaj, termasuk untuk pergi siaran di televisi. Dari hasil kerja di Metro TV, saya juga masih bisa membantu keuangan ibu di Bali,'' terangnya.
Ujian Bertubi-tubi
Allah SWT tidak akan membiarkan hamba-hambanya yang telah diberi hidayah atau kemuliaan itu dengan begitu saja. Dia akan menguji hambanya itu dengan berbagai macam cobaan. Dan cobaan atau ujian itu adalah ukuran bagi kesempurnaan iman seseorang.
''Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 'Kami telah beriman', sedangkan mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.'' (QS Al-Ankabut [29] : 2-3).
Kondisi ini sangat tepat disematkan pada Sandrina Malakiano. Setelah berbagai kemudahan ia dapatkan, Allah SWT mengujinya dengan berbagai persoalan yang datang silih berganti dalam kehidupannya. Salah satunya, ia gagal mempertahankan rumah tangga yang telah dibinanya selama kurang lebih empat tahun.
Namun di balik peristiwa ini, Allah justru memberinya sebuah hadiah terindah. Salah seorang kenalannya yang sudah ia anggap seperti ayah sendiri, memberangkatkan dia untuk umrah--sebuah keinginan yang sudah lama ia idam-idamkan. ''Saya berangkat umrah tanpa mengeluarkan uang sepeser pun. Saya betul-betul berangkat dalam kondisi yang zero mind, itu terjadi tahun 2005,'' ujar Sandrina. Umrah kali pertama ini juga merupakan pertama kalinya ia pergi ke luar negeri.
Sepulang umrah pada 2005, ia mendapat kejutan-kejutan lain dari Allah. Allah memberinya seorang pendamping yang lebih saleh dan bisa menjadi imam serta pembimbing yang baik bagi dirinya dan keluarga. Selain itu, setahun berselang, berkat kemurahan seorang pemilik travel haji, ia kembali pergi ke luar negeri dengan tujuan menunaikan ibadah haji.
Namun, ujian belum berhenti. Sepulang dari menunaikan ibadah haji, ia berkomitmen untuk sepenuhnya menjalankan ajaran Islam. Ia memutuskan mengenakan busana Muslimah dan berjilbab. Namun, keputusannya ini dianggap banyak orang hanya untuk memenuhi keinginan suami. Ia tak ambil pusing dengan anggapan orang. Tekadnya sudah bulat untuk berbusana Muslimah. Dan sang suami pun terkejut ketika diberi tahu mengenai keputusannya ini.
''Suami khawatir bagaimana dengan pekerjaan saya sebagai penyiar berita di Metro TV nantinya setelah saya berjilbab. Dia memang sudah membayangkan pasti akan ada kesulitan di sana,'' tuturnya. Apa yang dikhawatirkan suaminya menjadi kenyataan. Manajemen tempatnya bekerja, tidak memperbolehkan dia melaksanakan siaran dengan menggunakan jilbab. Setelah menjalani proses diskusi dan berpikir selama tiga bulan lamanya, ia pun mantap memutuskan untuk mengundurkan diri dari dunia yang telah membesarkannya selama 15 tahun lebih. Pada Mei 2006, keputusan yang sulit pun akhirnya ia ambil. Sandrina resmi mundur dari Metro TV.
Keputusan ini berdampak pada kehidupan sehari-harinya. Ia benar-benar belum siap melepaskan diri dari televisi. Perasaan sedih, sering menderanya. Ia berusaha menghindari televisi. Selama lebih kurang setahun, baru ia bisa kembali menemukan kepercayaan diri sehingga bisa menonton TV. ''Setiap kali nonton televisi rasanya ngenes . Tetapi, alhamdulillah ada suami dan keluarga yang menguatkan saya waktu itu.''
Semua cobaan tersebut, ia maknai sebagai bentuk permintaan dan kasih sayang dari Sang Pencipta agar ia memperluas lahan kesabaran dan keikhlasannya. Termasuk ketika ibunya jatuh sakit pada 2007 dan harus menjalani perawatan di rumah sakit selama 47 hari hingga ajal menjemput. Dan selama 47 hari tersebut, ia terus berada di sisi sang ibu dan mendampinginya melawan penyakit yang menyerang pankreasnya. ''Seandainya saya masih bekerja, mungkin saya tak akan bisa mendampingi ibu yang telah melahirkan saya itu selama lebih dari 47 hari di rumah sakit,'' terangnya.
Cobaan berikutnya datang lagi manakala sang ibu wafat dan ia dihadapkan pada masalah tagihan rumah sakit sebesar Rp 680 juta yang harus segera dilunasi. Saat meninggalkan rumah sakit, ia baru membayar sepertiganya.ia sempat meragukan keputusan yang telah diberikan Allah dalam hidupnya.
Beruntung ia segera disadarkan. Saat itu yang bisa ia lakukan hanya pasrah dan berserah diri kepada Allah. Hingga akhirnya, Allah memberikan pertolongan kepadanya melalui tangan-tangan yang tidak pernah ia sangka sebelumnya. Dalam waktu dua hari setelah pemakaman sang ibu, beberapa orang kenalannya dan ibunya mentransfer sejumlah uang dalam nominal yang cukup besar. Jika ditotal keseluruhan uang tersebut cukup untuk melunasi semua tagihan rumah sakit. ''Ini semua karena kasih sayang Allah. Saya menjadi makin lebih sabar dan ikhlas dalam menerima berbagai macam ujian,'' paparnya. dia/taq
Nama Lengkap : Alessandra Shinta Malakiano
Nama Populer : Sandrina Malakiano
Lahir : Bangkok, 24 November 1971
Suami : Eep Saefulloh Fatah
Anak : Keysha Alea Malakiano Safinka (7 tahun) dan Kaskaya Alessa Malakiano Fatah (14 bulan).
Sumber : Republika
Prof. Tejasen masuk Islam setelah membaca artikel tentang kebenaran Al-Quran pada kulit
Dr. Tagata Tejasen mengucapkan Laa Ilaaha IllAllah Muhammad Rasul Allah!
Dia menyatakan kesaksiannya (syahadah) dan menyatakan bahwa dia menjadi seorang Muslim. Hal ini terjadi pada waktu Konferensi Kedokteran Saudi Ke-8 yang diselenggarakan di Riyadh. Dia adalah Profesor Tejatat Tejasen, Ketua Departemen Anatomi di Universitas Chiang Mai, Thailand. Sebelumnya, dia adalah Dekan Fakultas Obat pada universitas yang sama.
Kami tunjukkan kepada Profesor Tejasen beberapa ayat Al-Quran dan Hadits yang berhubungan dengan kekhususannya dalam bidang anatomi. Dia berkomentar bahwa mereka juga mempunyai (yang serupa) dalam kitab Budha mereka penjelasan yang sangat akurat tentang tahap-tahap perkembangan embrio. Kami memberitahu dia bahwa kami sangat tertarik sekali dan ingin melihat deskripsi-deskripsi (dalam kitab Budha, pent.) tersebut dan mempelajari kitab-kitab itu. Setahun kemudian, Profesor Tejasen datang ke Universitas King Abdul Aziz sebagai pemeriksa luar. Kami mengingatkan dia tentang pernyataan yang dibuatnya setahun yang lalu, akan tetapi dia minta maaf dan mengatakan bahwa sebenarnya dia mengatakan pernyataan tersebut tanpa mempelajari terlebih dahulu permasalahan yang sebenarnya. Akan tetapi, ketika dia memeriksa Kitab-Kitab Budha, tidak juga ditemukan referensi yang berhubungan dengan masalah yang dijadikan bahan penelitian.
Kemudian, kami menunjukkan kepadanya sebuah ceramah yang ditulis oleh Profesor Keith Moore tentang kecocokan antara embriologi modern dengan apa yang ada di dalam Al-Quran dan Sunnah dan kami menanyakan Profesor Tejasen apakah dia mengenal Profesor Keith Moore. Dia menjawab bahwa tentu saja dia mengenalnya, dengan menambahkan bahwa Profesor Moore adalah salah seorang saintis yang terkemuka di bidangnya.
Ketika Profesor Tejasen mempelajari artikel ini, dia juga sangat tercengang. Kami menanyakan kepadanya beberapa pertanyaan di bidang spesialisasinya. Salah satu pertanyaan yang berkenaan dengan penemuan modern dalam ilmu tentang kulit (dermatology) tentang karakteristik (sifat-sifat) kulit dalam menerima sensor. Dr. Tejasen merespon: Ya, jika terbakarnya dalam.
Telah dinyatakan kepada Dr. Tejasen, Anda akan tertarik untuk mengetahui apa yang ada dalam buku ini, Buku yang Suci – Al-Quran, telah ada referensinya 1400 tahun yang lalu berkenaan dengan saat penghukuman kepada orang-orang yang tidak percaya dengan api neraka dan dinyatakan bahwa ketika kulit mereka dihancurkan, Allah membuat kulit yang lain lagi untuk mereka agar mereka merasakan hukuman dari api neraka itu lagi, mengindikasikan pengetahuan tentang ‘?? akhir urat syaraf??’ (nerve ending) di dalam kulit, dan ayat tersebut adalah sebagai berikut:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS An-Nisaa’ (4) :56).
Kami bertanya: Apakah Anda setuju bahwa ini adalah salah satu referensi akan pentingnya ??’akhir urat saraf’ (nerve endings)?? pada sensasi kulit, 1440 tahun yang lalu? Dr. Tejasen merespon: Ya, saya setuju.
Pengetahuan tentang sensasi kulit ini telah diketahui jauh hari sebelumnya (dalam Al-Quran,pent.), karena dikatakan bahwa jika seseorang melakukan suatu kesalahan, maka dia akan dihukum dengan cara membakar kulitnya dan kemudian Allah akan menggantikan kulit yang baru lagi, dan menutupinya, untuk membuat dia mengetahui lagi bahwa siksaan itu sangat pedih. Hal ini berarti bahwa mereka telah mengetahui beberapa tahun yang lalu bahwa penerima sensasi sakit pasti ada di kulit, maka mereka meletakkan sebuah kulit bari lagi di atasnya.
Kulit (Lihat Gambar) adalah pusat kepekaan rasa panas. Maka, jika kulit telah terbakar api seluruhnya, maka akan lenyaplah kepekaannya. Karena itulah maka Allah akan menghukum orang-orang yang tidak percaya akan Hari Pembalasan dengan mengembalikan kulit mereka waktu demi waktu, sebagaimana Dia, Yang Maha Mulia lagi Maha Agung, berfirman dalam Al-Quran:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS An-Nisaa’ (4) :56).
Kami menanyakan dia pertanyaan berikut: ‘Mungkinkah ayat ini datang kepada Nabi Muhammad SAW dari sumber manusia?’ Profesor Tejasen memberikan pengakuan bahwa hal ini tidak mungkin datang dari sumber manusia. Akan tetapi dia masih menanyakan tentang sumber pengetahuan tersebut dan kemungkinan tentang dari mana Muhammad SAW menerimanya.
Kemudian dia menanyakan: ‘Akan tetapi siapakah Allah ?’
Kami menjawab: ‘Dialah Sang Pencipta semua yang ada.’ Jika Anda menemukan kebijaksanaan, maka hal itu karena dia datang dari Yang Maha Bijaksana. Jika Anda menemukan pengetahuan dalam pembuatan alam semesta ini, hal itu karena alam semesta ini adalah ciptaan dari Dia yang memiliki segala pengetahuan. Jika Anda menemukan kesempurnaan dalam susunan dari ciptaan-ciptaan ini, maka itulah bukti bahwa itu adalah ciptaan dari Dia yang mengetahui segala kebaikan, dan Jika Anda menemukan kemurahan hati, maka hal ini memperlihatkan bukti pada fakta bahwa ini adalah ciptaan dari Dia Yang Maha Pemurah. Sama halnya jika Anda memahami ciptaan sebagai sesuatu yang tersusun secara utuh dan terkait satu sama lain dengan kuat, maka itulah bukti bahwa itu adalah ciptaan dari Sang Pencipta, Yang Maha Agung dan Maha Mulia.
Profesor Tejasen menyetujui apa yang kami katakan padanya. Dia kembali ke negaranya di mana dia membawakan beberapa kuliah tentang pengetahuan dan penemuan barunya. Kami diberitahu bahwa lima dari murid dia berpindah ke Islam sebagai hasil dari kuliahnya. Kemudian, pada Konferensi Kedokteran Saudi ke-8 yang diselenggarakan di Riyadh, Profesor Tejasen mengikuti serangkaian ceramah pada tanda-tanda yang ada dalam Al-Quran dan Sunnah yang berhubungan dengan pengetahuan Medikal.
Profesor Tejasen menghabiskan empat hari dengan beberapa sarjana, Muslim dan non-Muslim, membicarakan tentang fenomena yang ada dalam Al-Quran dan Sunnah ini. Pada akhir acara, Profesor Tejasen berdiri dan mengatakan:
Pada tiga tahun terakhir saya sangat tertarik dengan Al-Quran, yang dihadiahkan oleh Syaikh Abdul-Majiid Az-Zindani. Tahun lalu, saya mendapatkan skripsi terakhir dari Profesor Keith Moore dari Syaikh. Dia meminta saya untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa Thailand dan mengadakan beberapa ceramah kepada ummat Muslim di Thailand. Saya telah memenuhi permintaan dia. Anda bisa melihatnya pada video tape yang diberikan Syaikh sebagai hadiah. Dari penyelidikan saya dan dari apa yang telah saya pelajari selama konferensi ini, saya yakin bahwa segala yang terekam dalam Al-Quran 1400 tahun yang lalu pastilah suatu kebenaran, hal ini bisa dibuktikan dengan ilmu sains. Karena Nabi Muhammad SAW tidak bisa membaca dan menulis, Muhammad SAW pastilah seorang utusan yang telah menyampaikan kebenaran ini yang telah diwahyukan kepadanya sebagai cahaya dari Dia Yang Maha Pencipta. Pencipta ini pastilah Allah, atau Tuhan. Oleh karena itu, saya fikir inilah saat yang tepat untuk mengucapkan ‘Laa ilaaha ilaallaah’, bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah selain Allah,‘Muhammadar rasuulullaah‘, bahwa Muhammad adalah utusan Allah…
Saya tidak hanya telah mempelajari dari pengetahuan sains di konferensi ini, akan tetapi juga memperoleh kesempatan besar untuk menemui banyak ilmuwan baru dan membuat persahabatan baru dari semua pengikut konferensi. Hal paling berharga yang saya peroleh dengan mendatangi konferensi ini adalah kalimat ‘Laa ilaaha illallaah, Muhammadar rasuulullaah’, dan menjadi seorang Muslim.
Kebenaran sungguh datang dari Allah yang telah berfirman dalam Al-Quran:
Dan orang-orang yang diberi ilmu (Ahli Kitab) berpendapat bahwa wahyu yang diturunkan kepadamu dari Tuhan-mu itulah yang benar dan menunjuki (manusia) kepada jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (Quran Surat 34:6)
source: muslim-mualaf blog
Chika Nakamura, Mantan Petinju Profesional Yang Memeluk Islam
Sehelai pashmina berwarna ungu terang tampak menghiasi dan menutup seluruh bagian rambut di kepalanya. Jika dilihat sepintas, sosoknya sama seperti kebanyakan perempuan Muslimah lainnya.
Namun, siapa yang bisa menduga kalau perempuan berwajah oriental ini sejatinya adalah seorang atlet tinju profesional di negeri Paman Sam.
Chika Nakamura, demikian nama lengkap pem berian kedua orang tuanya. Ia bukanlah orang Amerika asli ataupun Amerika keturunan.
Kedua orang tuanya adalah orang Jepang asli. Ia lahir dan tumbuh hingga remaja di Nara, Jepang. Tiga belas tahun yang lalu, dia memutuskan pindah ke Amerika Serikat untuk mengejar kariernya sebagai petinju. Saat itu, usianya terbilang masih belia, 19 tahun.
Bagi kebanyakan kaum perempuan, tinju bukanlah sebuah profesi yang menarik. Selain sarat dengan kekerasan, profesi ini juga tidak cukup menjanjikan dari segi pendapatan. Saat ini, memang hanya ada sedikit petinju wanita yang memiliki penghasilan tinggi, salah satunya adalah Laila Ali, yang tak lain adalah putri petinju legendaris dunia, Muhammad Ali.
Karena alasan itu pula, keluarga Chika di Jepang tidak pernah memberikan dukungan kepada wanita bertubuh kekar itu untuk menekuni karier di dunia tinju. Kendati tidak mendapat restu dari orang tuanya, hal ini tidak menyurutkan langkah Chika untuk terus menekuni profesi ini.
Bahkan, dia menjadikan tinju sebagai sebuah pekerjaan penuh waktu. Di saat sedang tidak ada tawaran bertanding, Chika mengisi harinya dengan melatih para calon petinju wanita.
Karier di dunia tinju mulai ditekuni Chika secara serius setelah bergabung dengan sasana tinju Gleason’s Boxing Gym yang berada di Brooklyn, New York. Sejak 2003, ia lalu mulai terjun ke dunia tinju profesional untuk kategori kelas ringan.
Di dunia pukul-memukul itu, Chika pernah menempati peringkat ke-10 petinju wanita dunia versi WIBA. Dengan rekor tanpa terkalahkan dari lima kali tanding, pada 2007, ia memperoleh gelar New York State Golden Gloves.
Di atas ring, perempuan kelahiran 32 tahun silam ini sangat ditakuti lawan-lawannya. Hal itu terlihat ketika pada 29 Juni 2007 silam, lawan Chika yang sedianya akan melakoni sebuah petarungan, hari itu urung tampil di atas ring.
Menurut pihak panitia, petinju yang akan menjadi lawan Chika tiba-tiba menyatakan mundur dari pertarungan itu pada menit terakhir untuk alasan yang tidak diketahui. Kadang-kadang lawan akan terintimidasi. Kadang-kadang mereka tidak serius dalam bisnis ini.
“Tinju memang begitu menakutkan karena hasil yang diperoleh sangat sedikit dan kita mendapatkan pukulan bertubi-tubi. Itu sebabnya mengapa saya berlatih dengan sangat keras dan selalu berusaha tampil dalam keadaan prima,” ujar Chika.
Meski para rekannya sesama atlet tinju kerap menghadiri pesta yang menyuguhkan minuman beralkohol, tidak demikian dengan Chika. Kehidupannya di Amerika bisa dikatakan sebagai sebuah pengorbanan.
“Saya hidup seperti layaknya seorang biarawan. Saya tidak minum, tidak berpesta, dan tidak merokok. Sebaliknya, saya mengonsumsi makanan sehat, pergi tidur tepat waktu, dan berlatih setiap hari. Jadi, kapan pun ada pertandingan, mental saya selalu siap,” ungkapnya seperti dikutip dari laman Women’s Sports Foundation.
Sejak memutuskan untuk pindah ke Amerika, hubungan Chika dan orang tuanya di Jepang bisa dikatakan renggang. Mereka tidak pernah saling menghubungi satu sama lain.
Untuk mengisi kekosongan peran kedua orang tuanya, Chika telah menganggap sang pelatih Carlos Ortiz dan istrinya, Maria, sebagai keluarga barunya. Dalam kehidupan tinjunya, Ortiz merupakan orang kelima yang pernah melatih Chika.
Namun, bagi Chika, Ortiz adalah sosok pelatih yang selama ini dicarinya. “Itu takdir. Saya sangat beruntung bisa memiliki dia (sebagai pelatih). Dia seperti pahlawan bagi saya. Bukan Oscar De La Hoya, bukan Mayweather, ataupun Muhammad Ali,” kata Chika.
Kisah masuk Islam seorang mantan perwira polisi AS di Detroit
Muslimahzone.com - Bila Allah menghendaki, Allah akan membuka hati seseorang untuk berlapang dada menerima Islam. Dan tak ada yang dapat menghalangi Kehendak AllahSubahanahu wa Ta’ala.
Hidayah Islam telah menyapa seorang wanita yang memiliki pekerjaan sebagai perwira polisi Amerika Serikat (AS) di Detroit. Dalam sebuah wawancara di Youtube pada September 2011, ia menceritakan bagaimana ia memeluk Islam. Berikut adalah singkat cerita tentangnya yang diterjemahkan dari trasnkrip Onislam.
***
Assalamu’alaykum, Namaku Raquel. Aku masuk Islam sepekan yang lalu. Aku adalah seorang perwira polisi di kota Detroit. Aku bekerja di sana dari 1996 hingga 2004, dan aku ditembak pada tahun 2002. Aku ditembak ketika sedang bekerja pada pekerjaan itu. Aku hampir meninggal dan aku tahu bahwa aku memiliki sebuah awal baru dan sebuah hidup baru.
Aku agaknya tidak tahu bagaimana untuk mengikuti Tuhan. Aku hanya tidak tahu agama apa untuk diyakini hingga aku bertemu beberapa teman Muslim yang benar-benar berbicara padaku dan menjelaskan banyak hal kepadaku. Hal itu sangat mengubah hidupku dan aku tidak takut mati lagi.
Satu-satunya hal adalah kita untuk takut kepada Allah dan kita tidak pernah tahu kapan hari berikutnya bagi kita, jadi lebih baik kita mengatakan Syahadat sekarang dan memiliki iman itu, karena hanya ada satu Tuhan, dan aku tahu itu.
Aku benar-benar hampir mati, dan jika aku telah mati pada hari itu, aku tidak tahu apakah aku akan pergi ke Neraka atau tidak. Tetapi sekarang, aku telah memiliki kepercayaan diri dan kedamaian serta kebahagaian yang aku tahu kemana aku akan pergi jika sesuatu terjadi padaku hari ini.
Sebelum aku menjadi Muslim, aku benar-benar tidak memiliki pendapat yang kuat sejauh ini tentang umat Islam. Aku bukan seorang yang pro-Muslim atau anti-Muslim atau apapun semacamnya. Aku selalu menjadi tipe orang yang seperti itu, aku benar-benar open-minded (berpikiran terbuka). Dan itu adalah satu hal yang sangat berbeda tentangku dari keluargaku, bahwa aku sangat open-minded dan aku menghormati orang-orang atas apa yang mereka yakini.
Aku sebenarnya marah dalam pekerjaanku sebagai seorang polisi karena orang-orang menyerang Muslim di Detroit atas kesalahan yang tidak ada alasannya sama sekali, terutama setelah serangan 9/11. Dan itu sangat menyakiti hatiku untuk melihat semua ini dan benar-benar setelah itu aku menjadi sangat tertarik dengan keyakinan Islam setelah 9/11 karena aku sangat terganggu oleh hal-hal yang aku lihat sebagai petugas polisi di jalanan.
Menjadi Seorang Muslim Baru di Las Vegas
Raquel yang kemudian tinggal di Las Vegas sebagai seorang Muslim yang baru, berusaha untuk mempelajari Islam lebih dalam dan berusaha menunjukkan sikap baik seorang Muslim.
Aku di sini di Las Vegas di Masjid ku dan aku memberikan beberapa pakaian kepada orang-orang yang membutuhkan. Apa yang kita lakukan adalah hanya meninggalkannya di atas meja untuk mereka dan mereka datang serta berharap mereka dapat mendapatkan sesuatu yang mereka sukai. Jadi aku hanya pergi untuk meninggalkan pakaian-pakaian untuk lingkungan sekitar dan mereka dapat mengambil apa yang mereka butuhkan, dan berharap ada beberapa sweater yang bagus di sini yang mereka dapat gunakan karena di Vegas cukup dingin.
Sebagai seorang wanita yang baru saja menjadi Muslimah sepekan (ketika itu), Raquel masih belum lancar mengucapkan do’a-do’a atau surat yang harus ia baca ketika shalat. Sehingga ia membaca dari kertas apa-apa yang harus ia baca (yang telah ia salin ke dalam tulisan latin) ketika shalat. Ia hanya belajar melalui internet dengan mendengarkan audio, kemudian ia mencari kalimat yang bertuliskan latin dan terjemahan bahasa inggris.
Aku tahu bagi beberapa orang mungkin berkecil hati untuk belajar bahasa baru. Pada dasarnya ini adalah sebuah budaya. Ini (Islam) bukan hanya sekedar agama, ini adalah jalan hidup. Bagiku, ini tidak menakutkan. Hanya saja bahwa aku ingin belajar lebih cepat dan aku ingin bisa melakukannya sendiri. Tetapi sulit karena aku di rumah sendiri dan aku belajar hampir semuanya melalui internet, bahkan bagaimana aku mengikat (memakai) kerudungku dan segalanya. Aku harus belajar semuanya sendiri. Tetapi ini telah menjadi pengalaman sangat indah dan ada banyak kedamaian padanya dan banyak kebahagiaan yang kalian tidak pernah pelajari dan mendapatkannya. ini adalah sebuah pengalaman yang luar biasa!
Aku sepenuhnya tahu bahwa aku melakukan hal yang benar. Aku telah mempertimbangkannya selama dua tahun. Aku memiliki banyak teologi dan pengetahuan tetapi aku belum pernah mengalaminya. Akut tidak pernah pergi ke sebuah Masjid dan tidak juga berpengalaman, tetapi aku memiliki banyak teman Muslim dan bahkan aku memilik seorang teman kerja Muslima di pasukan kepolisian yang menjelaskan (tentang Islam) banyak kepadaku.
Dalam video itu, Raquel melakukan sholat dengan membaca bacaan-bacaan sholat dengan masih terbata-bata, namun ia terlihat menikmatinya.
Ketika aku sholat, meskipun aku tidak begitu mengerti do’a-do’a itu, apa yang aku lakukan ada di internet, aku mengetahui beberapa situs di mana setelah ada bahasa Arabnya, aku akan mendapatkannya dalam bahasa Inggris (tulisan latin) juga. Jadi aku akan membacanya dalam versi Inggris (maksudnya dalam tulisan latin -red) dan ini begitu kuat dan aku merasa dilindungi, dan aku tahu bahwa di dunia ini tidak ada yang harus aku takutkan kecuali Allah. Sangat menyenangkan. Ini baru dalam hidupku dan aku baru saja mengenal kedamaian dan sebuah kebahagiaan baru yang datang padaku.
Hal yang paling utama yang aku sukai tentang Islam adalah aku benar-benar tertutup (menutup tubuh), aku lakukan. Jujur saja aku benar-benar menikmatinya, terutama di sini di Las Vegas karena para pria melihat kepada wanita dengan sangat menyeramkan dan aku benar-benar merasa aman. Satu hal lainnya yang aku suka adalah bahwa aku belajar banyak. Aku belajar banyak dan aku senang belajar. Dan aku selalu yakin bahwa kehidupan adalah sebuah pengalaman belajar. Dan aku sangat mencintai tentang ini (Islam), aku belajar sesuatu yang baru setiap hari.
Ada banyak kedamaian dan banyak kebahagaiaan yang aku tidak pernah rasakan sebelumnya.
(muslimahzone.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar